<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d7808624031225959264\x26blogName\x3dInfo+InfoSinema\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://info-infosinema.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://info-infosinema.blogspot.com/\x26vt\x3d-5757315724398017633', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe", messageHandlersFilter: gapi.iframes.CROSS_ORIGIN_IFRAMES_FILTER, messageHandlers: { 'blogger-ping': function() {} } }); } }); </script>

Rabu, 17 Agustus 2011

Multivision Berhalal Bilhalal Film Mudik Lebaran

Jenis Film Drama Komedi - Pemain Irwansayah, Wiwit Gunawan, Ray Sahetapy, Melly Zamri, Irvan Penyok, Leroy Osmani, Sonya - Sutradara Muchyar Syamas - Cerita Aris Muda - Penulis Away Kilmer - Produser Anjasmara, Raam Punjabi - Produksi Multivision - Durasi 85 menit.


”Sengsaranya Nikmat, Berkahnya Penuh Rahmat”

Prolog
MUDIK menjadi fenomena yang jarang ditemui di negeri lain kecuali Indonesia. Mudik atau kembali ke udik (kampung) tidak lagi menjadi sekadar tradisi, tapi mudik juga sebagai fenomena pergerakan dan mobilitas manusia Indonesia dalam kurun waktu singkat dan dalam sebuah gelombang yang luar biasa besar.

Angka-angka berikut membuktikan bahwa MUDIK menjadi fenomena unik dan menarik dari sebuah tradisi yang awalnya hanya berkutat pada masalah kefitrahan diri menjadi sebuah budaya mobilitas massal yang sangat masif dan konsumtif. Mulanya hanyalah menjaga silaturahmi dan keberkahan di antara kerabat, sahabat maupun orang-orang terdekat, berubah menjadi gelombang kehidupan yang mampu mempengaruhi tatanan ekonomi negara. Semua karena tradisi MUDIK!

SEKITAR 10 persen dari jumlah penduduk negeri ini (230.000.000 jiwa), atau sekitar 23 juta orang, melakukan mobilisasi secara bersamaan di saat MUDIK Lebaran. Dan setiap tahunnya, jumlahnya terus mengalami lonjakan.

Sekitar Rp 20 triliun uang kiriman yang masuk dari kantong-kantong tenaga kerja di luar negeri.
Sekitar Rp 200an triliun uang beredar dan ditransaksikan pada saat mobilisasi mudik tersebut.
Menjelang Lebaran, lalu lintas (traffic) ucapan selamat Lebaran mencapai 1,5 miliar SMS per hari.
Sebanyak 1200 kecelakaan terjadi, dengan 260 jiwa mati sia-sia...

Tidakkah angka- angka di atas sangat fantastis?!


Sinopsis MUDIK
”Sengsaranya Nikmat, Berkahnya Penuh Rahmat”

GUNADI merasa dirinya kurang beruntung. Selama tiga tahun di ibukota masih juga menganggur. Sementara dia diminta bapaknya, Lebaran ini harus pulang kampung, alias mudik. Sudah tiga tahun, Lestari menunggu segera dinikahi. Orangtua Lestari sudah merestui, mereka juga tidak meminta mas kawin yang banyak cukup perlengkapan shalat, tunai!

Tapi setelah nikah, mau diberi makan apa Lestari? Begitu pikir Gunadi. Itu sebabnya, ia mati-matian cari duit untuk membiayai pulang mudik dan ongkos kawin.

Tak hanya Gunadi, keluarga Iskandar, pejabat di Kementerian Sarana Publik, pun dipusingkan menjelang mudik Lebaran. Sebagai petinggi di ibukota, Iskandar dianggap warga desa Wonosalam, Yogyakarta, sebagai orang sukses. Iskandar tiap tahun mengadakan open-house. Iskandar juga yang menyediakan kurma ‘Tanah Arab – meskioun dibelinya di Tanah Abang. Juga perangkat sholat yang dibagi merata kepada semua warga desa.

Problem juga dihadapi Martono, ia adalah ipar sekaligus teman satu kos Gunadi. Martono sudah diminta istrinya pulang dan menjalani puasa di kampungnya di Wonogiri. Namun Martono menolak, ia kali ini ingin menjalani puasa di ibukota. Banyak rezeki yang tidak boleh dilewatkan. Bukankah istri Martono tengah hamil tua, uang hasil kerja keras sangat berguna untuk membiayai persalinan.

Lain lagi masalah mudik yang dihadapi Kuncoro dan Yustina. Sudah delapan tahun, Kuncoro selalu mengajak keluarganya mudik ke Jawa Tengah. Padahal, Yustina belum sekalipun menikmati Lebaran hari pertama di kampungnya, Bukit Tinggi. Dua anaknya, juga belum sekalipun sungkeman dengan kakek-nenek mereka di hari pertama Lebaran. Kuncoro begitu dominan.

Gunadi memperoleh titik terang masalahnya setelah ia bekerja sebagai sopir di keluarga Iskandar. Sayang masalah selalu datang. Wulan, seorang perempuan yang biasa menjalani kawin kontrak dengan laki-laki Arab, tertarik padanya. Wulan melihat begitu banyak sisi baik Gunadi, ia ditolong saat terusir oleh suami kontraknya. Tapi begitu tahu Gunadi akan menikah dengan Lestari, Wulan sedih dan memilih pergi.

Iskandar akhirnya tahu, Gunadi dianggapnya menyalahgunakan kepercayaannya. Gunadi gunakan mobil untuk pelesir bersama Wulan. Gunadi dipecat dan hanya diberi pesangon dua ratus ribu rupiah!

Bisakah tokoh-tokoh di atas menjalani ritual mudik sebagaimana mereka jalani selama ini? Tiap tahun mereka rasakan semua kesulitan, kesusahan dan kesengsaraan, namun sebagai ritual budaya, mudik tidak sekadar dipandang sebagai perjalanan dari kota-kota besar menuju kota-kota lebih kecil, tapi sebuah mobilisasi manusia yang tengah mencari identias kemanusiaannya. Mudik di tengah-tengah menjalani puasa, juga tidak ubahnya seperti ibadah itu sendiri. Mudik tidak ubahnya uji kesabaran dan penyerahan diri yang hasilnya tidak ada yang tahu. Pasrahkan saja kepada ALLAH SWT!

Label: , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda