<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d7808624031225959264\x26blogName\x3dInfo+InfoSinema\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://info-infosinema.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://info-infosinema.blogspot.com/\x26vt\x3d-5757315724398017633', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Rabu, 27 Juli 2011

Kembalinya Film-Film Hollywood Di Bioskop Indonesia

Film-Film Hollywood
Kembali Menghiasi Layar Bioskop Di Indonesia

Hotel Acacia Jakarta, 23 Juli 2011 - Sejak terjadinya kemelut mengenai bea masuk dan pajak royalti untuk film-film impor yang mulai bergulir sekitar 5 bulan lalu, telah mengakibatkan terhentinya pasokan film-film Hollywood khususnya produksi perusahaan film major yang tergabung dalam MPAA (Motion Pictures Association of America). Sehingga sebagian besar masyarakat khususnya pencinta Film kecewa, karena mereka tidak dapat menyaksikan film-film kesayangannya di bioskop-bioskop di Indoneisa.

"Tidak tayangnya film-film Hollywood di bioskop-bioskop telah mengakibtkan penurunan jumlah penonton secara drastis, yang juga mengakibqtkqn penurunan pendapatan bagi produser film nasional. Hal tersebut juga berpengaruh pada pendapatan pajak daerah dari sektor pajak tontonqn untuk wilayah DKI Jakarta tercatat 3.9 milyar. Kemudian terjadi penurunan secara berangsur-angsur. Dan pada bulan Juni 2011 pendapatan dari sektor tersebut hanya sekitar 1,8 milyar. Ini bearti terjadi penurunan lebih dari 50%" kata Ketua Umum GPBSI H. Djony Syafruddin, SH, dalam jumpa pers di Hotel Acacia, Jl. Kramat Raya 81 Jakarta Pusat, Sabtu 23 Juli 2011.

Kemelut tentang bea masuk dan pajak tersebut kini telah diproses oleh pihak-pihak yang terkait, yakni Kementerian Keuangan dan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata bersama Importir. Terjadinya permasalahan tersebut bukan merupakan kesengajaan pihak Importir, namun akibat adanya miss-interpretasi tentang kebijakan pungutan pajak dimaksud hingga memasuki ranah hukum. hal tersebut kini sudah dipahami oleh kedua belah pihak yakni Kementerian Keuangan dan pihak Importir. Salah satu hasilnya adalah tarif bea masuk film import mengalami kenaikan sebesar 100% dari tarif yang lama, dan sistem perhitungannya tidak lagi mengukur panjangnya film, tetapi dihitung berdasarkan durasi.

Bagi importir yang belum menyelasikan kewajibannya, proses masih terus berlangsung di pengadilan pajak.

Pemerintah telah mengeluarkan ijin impor untuk importir baru "Omega Film" mengimpor film-film produksi MPAA. Demikian pula pihak MPAA telah menyetujui dan menunjuk Omega Film untuk mengimpor dan mengedarkan film-filmnya di Indonesia.

Lebih lanjut Djonny Syafruddin mengatakan; "Memang, keberadaan bioskop di Indonesia saat ini didominasi oleh kelompok 21. Namun tidak ada upaya dan tindakan mereka untuk melakukan monopoli. Hal tersebut telah dibuktikan 2 kali proses di KPPU di mana GPBSI turut serta dalam proses tersebut dan tidak terbukti adanya monopoli.

Sebagaimana ketentuan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman bahwa bioskop wajib memenuhi screen quota yakni 60% untuk film nasional dan 40% untuk film impor".

Perlu diketahui bahwa saat ini di Indonesia terdapat 180 bioskop dengan 702 layar. namun penyebaran bioskop tersebut masih belum merata, dan tidak semua daerah provinsi terdapat bioskop. Berdasarkan catatan terakhir kami, dari 33 provinsi di Indonesia, aat ini hanya 19 provinsi yang memiliki bioskop. DPP GPBSI telah mengupayakan agar bioskop khususnya bioskop menengah ke bawah mendapatkan suplay film yang wajar dan adil. GPBSI juga telah memberikan masukan-masukan kepada Pemerintah agar segera diberlakukan Peraturan Menteri tentang Tata Edar Film agar tercipta keadilan bagi bioskop-bioskop dalam memperoleh suplay film.

"Kami, keluarga besar GPBSI mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah, khususnya Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, Kementerian Keuangan, Insan Pers baik cetak maupun elektronik, serta komunitas masyarakat penonton bioskop yang telah banyak memberikan perhatian dan empati terhadap keberadaan bioskop di tanah air", tegas Djony.

Dengan selesainya permasalahan tersebut, kini bioskop siap memutar kembali film-film Box Office seperti "Harry Potter and The Deathly Hallows-Part 2", "Transformer: Dark of The Moon" dan lain-lain pada akhir bulan Juli 2011, wlaupun sudah tertinggal sekitar 2 minggu dari jadwal release film tersebut di seluruh dunia.

Namun demikian, GPBSI tetap secara konsisten akan memprioritaskan film nasional terutama pada Hari Raya Idul Fitri mendatang. Setidaknya ada 5 judul film nasional yang siap tayang, yakni; "Di Bawah Lindungan Ka'bah", "Tendangan Dari langit", "Lima Elang", "Get Married 3", "Mengejar Jodoh kau Ku Tangkap".

"Untuk itu kami mohon perhatian pemerintah agar memberikan kesempatan bagi bioskop-bioskop yang dalam kondisi kritis untuk melakukan recovery guna menutupi kerugian selama hampir 5 bulan terakhir, agar bioskop tetap eksis", tambah Djonny.

DPP GPBSI mendukung adanya kerjasama Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata dengan Badan Pusat Statistik (BPS) untuk melakukan survey dan mendata kembali keberadaan bioskop-bioskop di tanah air. Hasil survey tersebut nantinya akan dibahas bersama Pemerintah, sehingga apa yang ditargetkan Pemerintah agar pada tahun 2014 terdapat 1.000 layar bioskop dapat tercapai.

"Harapan kami, apabila Pemerintah akan mengeluarkan regulasi tentang film dan bioskop di kemudian hari, dapat kiranya mengikutsertakan assosiasi perbioskopan dan juga harapan kami agar tarif listrik yang menjadi beban terberat dalam operasional sebesar 60% bagi bioskop dapat ditinjau kembali", imbau Djonny.

Label: , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda