<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d7808624031225959264\x26blogName\x3dInfo+InfoSinema\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://info-infosinema.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://info-infosinema.blogspot.com/\x26vt\x3d-5757315724398017633', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Rabu, 02 November 2011

Sang Penari, Cinta Sejati Menantang Zaman

Platinum Fx Mal Sudirman Jakarta, 2 November 2011 - Pada 10 November nanti, SANG PENARI, sebuah film yang terinspirasi dari novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari akan mengisi layar bioskop-bioskop Indonesia. Film yang diproduksi oleh Salto Films ini dipersembahkan oleh KG Production dan Tabloid Nova, bersama Indika Pictures, Salto Films Company, dan Les Petites Lumières.

Film yang dibesut oleh sutradara Ifa Isfansyah dan skenarionya ditulis oleh Salman Aristo, Ifa Isfansyah, dan Shanty Harmayn ini sejak awalnya sudah terasa sebagai sebuah interpretasi yang sangat segar berbeda dari novelnya. Sampai akhirpun, film SANG PENARI ini konsisten memilih untuk dengan indah bertutur tentang cerita cinta yang terjadi di sebuah desa miskin Indonesia pada pertengahan 1960-an. RASUS, seorang tentara muda menyusuri kampung halamannya, mencari cintanya yang hilang, SRINTIL. Cerita berawal dari ketika keduanya masih sangat muda dan saling jatuh cinta di kampung mereka yang kecil dan miskin, Dukuh Paruk. Tapi sesuatu menghalangi cinta mereka, karena kemampuan menari Srintil yang magis, membuat para tetua dukuh percaya bahwa Srintil adalah titisan ronggeng. Dan ketika Srintil menyiapkan diri untuk tugasnya, ia menyadari bahwa menjadi seorang ronggeng tidak hanya berarti menjadi pilihan dukuhnya di pentas-pentas tari. Srintil akan menjadi milik semua warga Dukuh Paruk. Hal ini menempatkan Rasus pada sebuah dilema. Ia merasa cintanya telah dirampas dan dalam keputusasaan, ia meninggalkan dukuhnya untuk menjadi anggota tentara. Lalu jaman bergerak, di mana Rasus harus memilih; loyalitas kepada negara atau cintanya kepada Srintil.

“Saya tidak keberatan sama sekali dengan interpretasi ini,” ujar Ahmad Tohari, yang lebih akrab dipanggil Kang Tohari, selaku penulis novelnya. “Sejak awal saya sudah katakan pada mereka (Ifa, Salman dan Shanty) bahwa mereka bebas untuk mengkreasikannya menjadi film. Ketika difilmkan, itu sudah menjadi kreasi, karya mereka. Karya dan tanggung jawab saya sebatas novelnya. Mereka yang jauh lebih tahu untuk urusan film,” imbuh Kang Tohari. “Kebebasan dan kepercayaan luar biasa dari Kang Tohari memang membuat kami sangat bersemangat sejak awalnya sekitar 4 tahun lalu ketika pertama kali bertemu, namun sekaligus menantang kami bertiga untuk bisa menghadirkan kisah ini pada konteks kekinian. Bertahun-tahun kami berdiskusi, melakukan brain storming, mengendapkan lagi semuanya, diskusi lagi, menuliskannya, dimana penulisan skenario memakan waktu hingga 2 tahun sampai akhirnya mengerucut dan bulat hati untuk memilih pada kisah cinta Srintil dan Rasus,” jelas Shanty Harmayn yang sekaligus sebagai produser film ini. “Kisah cinta dua insan dalam novel inilah yang kami lihat sebagai suatu hal yang begitu luar biasa. Cinta dalam novel Kang Tohari ini merupakan representasi kemanusiaan yang begitu besar. Mungkin sederhana, namun sungguh dalam karena cinta Rasus dan Srintil bermula dari masa kanak-kanak, terus tumbuh seiring usia mereka, namun ujian-ujian yang harus dihadapi begitu besar, yang bukan sekedar urusan sebatas preferensi, kepentingan, maupun pilihan pribadi ketika misalnya Rasus sangat tidak setuju Srintil menjadi ronggeng, namun juga terkait dengan urusan sosial yang terkait dengan tatanan dan kepercayaan masyarakatnya bahwa Dukuh Paruk perlu ronggeng demi kesejahteraan kampungnya, demi pengabdian pada Ki Secamenggala, hingga ujian zaman ketika Dukuh Paruk yang terpencil dan miskin tak luput dari gejolak politik negeri,” terang Salman Aristo. “Secara sederhana tetapi begitu dalam, kisah cinta Srintil dan Rasus menginspirasi kita di masa sekarang ini bahwa cinta sesungguhnya berarti rela berkorban, mengatasi dan melampaui berbagai cobaan bahkan tak lekang waktu, walaupun pilihan-pilihan yang terpaksa dibuat karena tekanan zaman tak selalu berpihak pada dua insan yang saling mencinta,” tambah Ifa.

Kreativitas mumpuni dari tata kamera yang digarap oleh Yadi Sugandi, artistik oleh Eros Eflin, musik oleh Aksan dan Titi Sjuman, kostum oleh Chitra Subiyakto, suara oleh Bruno Tarriere dan Khikmawan Santosa, menghadirkan paduan visual dan audio yang memuaskan penonton sepanjang film. Akting memukau para pemain pendukung seperti Slamet Rahardjo, Dewi Irawan, Lukman Sardi, Tio Pakusadewo, Landung Simatupang, dan Teuku Rifnu Wikana serta penampilan Happy Salma yang singkat namun sangat mencuri perhatian adalah kekuatan tak terbantahkan dalam film ini. Sementara itu, akting kuat Prisia Nasution sebagai Srintil dan Nyoman Oka Antara sebagai Rasus menghadirkan chemistry kisah cinta yang menghanyutkan penonton sepanjang film.

SANG PENARI yang merupakan kerja bareng banyak pihak dan dengan dukungan berbagai funding digawangi oleh beberapa produser eksekutif yaitu Kemal Arsjad, Kristuadji Legopranowo, Bert Hofman, Bimo Setiawan, Indra Yudhistira, dan Elwin Siregar serta co-produser Natacha Devillers dan Marcia Rahardjo.

"Saya Ahmad Tohari sudah menyaksikan film Sang Penari yang mengambil inspirasi dari novel Ronggeng Dukuh Paruk. Bagus. Pelajar/Mahasiswa, bapak/ibu, sipil/tentara, tontonlah film ini. Banyak makna dan pelajaran. AT." ‎"Semoga Sang Penari mengubah tren film yang sngat urban pada yang lokal; tempat saudara-saudara kita. Agar secara etik kita tidak berdosa." - Ahmad Tohari

"Sang Penari, keren. Selamat buat Ifa Isfansah & Salman Aristo. Tentu saja, Sang Penari beda dari novel Ronggeng Dukuh Paruk (Ahmad Tohari). Dengan arif, filmnya mengaku "terilhami". Tapi, semangat novelnya terasa di filmnya: Sang Penari menatap kelahiran Orba dari sebuah dunia dukuh yang miskin. Dalam memandang masa kelam kelahiran Orba itu, Sang Penari setia pd persoalan Srintil-Rasus, dan kampung mereka. Sang Penari sempat juga membuat saya was-was, soal sudut pandang: masihkah pandang PKI sbg hantu, dan ABRI sbg penyelamat? Syukur, tidak." - Hikmat Darmawan

"Baru nonton Sang Penari. Mengagumkan. Beautiful, haunting, extremely well-made. Beautifully well-acted. Sinematografi keren. Musik scoringnya pun luarrr biasa" - Joko Anwar

Kisah bangsa yg dibungkus kisah cinta atau sebaliknya? Apapun, Sang Penari layak tonton. Dan 2 lapis kisah itu sama-sama tragis. :'( - Ifani Ismail

Produser Eksekutif:
Kemal Arsjad
Kristuadji Legopranowo
Bert Hofman
Bimo Setiawan
Indra Yudhistira
Elwin Siregar

Co-produser:
Natacha Devillers
Marcia Rahardjo

Produser:
Shanty Harmayn

Skenario:
Salman Aristo
Ifa Isfansyah
Shanty Harmayn

Sutradara:
Ifa Isfansyah

Casting:
Amelya Oktavia
Riri Pohan

Perekam Suara:
Aufa R Triangga Ariputra

Penata Suara:
Bruno Tarriere
Khikmawan Santosa

Penata Musik:
Aksan Sjuman
Titi Sjuman

Penata Rias:
Jimmy Asoen Tasmin

Penata Kostum:
Chitra Subiyakto

Penata Artistik
Eros Eflin

Penata Kamera:
Yadi Sugandi

Editor:
Cesa David Luckmansyah

Produser Pelaksana:
Agustiya Herowiyanto

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda