<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d7808624031225959264\x26blogName\x3dInfo+InfoSinema\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://info-infosinema.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://info-infosinema.blogspot.com/\x26vt\x3d-5757315724398017633', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe" }); } }); </script>

Kamis, 10 Oktober 2013

Jagal - Sebuah Film Karya Joshua Oppenheimer

LBH Jakarta, September 2913 - Anwar Congo dan kawan-kawannya menari-nari sepanjang adegan musikal, menyiksa tahanan dalam adegan gangster bergaya film noir, lalu berkuda melintas padang rumput melantunkan yodel koboi. Terjunnya mereka ke dalam dunia perfilman disambut gembira dalam media dan dibahas dalam televisi, sekalipun Anwar Congo dan kawan-kawannya adalah pembunuh massal.


Medan, Indonesia. Ketika pemerintah Indonesia digulingkan oleh militer pada 1965, Anwar dan kawan-kawan 'naik pangkat' dari preman kelas teri pencatut karcis bioskop menjadi pemimpin pasukan pembunuh. Mereka membantu tentara membunuh lebih dari satu juta orang yang dituduh komunis, tenis Tionghoa, dan intelektual, dalam waktu kurang dari satu tahun. Sebagai seorang algojo dalam pasukan pembunuh yang paling terkenal kekejamannya di Medan, Anwar telah membunuh ratusan orang dengan tangannya sendiri.

Hari ini, Anwar dihormati sebagai pendiri organisasi paramiliter sayap kanan Pemuda Pancasila (PP) yang berawal dari pasukan pembunuh itu. Organisasi ini begitu kuat pengaruhnya sehingga pemimpinnya bisa menjadi menteri, dan dengan santai menyombongkan segala macam hal, dari korupsi dan mengakali pemilu sampai melaksanakan genosida.

Jagal bercerita tentang para pembunuh yang menang, dan wajah masyarakat yang dibentuk oleh mereka. Tidak seperti para pelaku genosida Nazi atau Rwanda yang menua, Anwar dan kawan-kawannya tidak pernah sekalipun dipaksa oleh sejarah untuk mengakui bahwa mereka ikut serta dalam kejahatan terhadap kemanusiaan. Mereka justru menuliskan sendiri sejarahnya yang penuh kemenangan dan menjadi panutan bagi jutaan anggota PP. Jagal adalah sebuah perjalanan menembus ingatan dan imajinasi para pelaku pembunuhan dan menyampaikan pengamatan mendalam dari dalam pikiran para pembunuh massal. Jagal adalah sebuah mimpi buruk kebudayaan banal yang tumbuh di sekitar impunitas ketika seorang pembunuh dapat berkelakar tentang kejahatan terhadap kemanusiaan di acara bincang-bincang televisi, dan merayakan bencana moral dengan kesantaian dan keangguan tap-dance.

Kecintaan pada Sinema. Pada masa mudanya, Anwar dan kawan-kawan menghabiskan hari-harinya di bioskop karena mereka adalah preman bioskop: mereka menguasai pasar gelap karcis, dan pada saat yang sama menggunakan bioskop sebagai markas operasi untuk kejahatan yang lebih serius. Di tahun 1965, tentara merekrut mereka untuk membentuk pasukan pembunuh dengan pertimbangan bahwa mereka telah terbukti  memiliki kemampuan melakukan kekerasan, dan mereka membenci komunis yang berusaha memboikot pemutaran film Amerika, film-film yang paling populer (dan menguntungkan). Anwar dan kawan-kawan adalah pengagum berat James Dean, John Wayne, dan Victor Mature. Mereka secara terang-terangan mengikuti gaya berpakaian dan cara membunuh dari idola mereka dalam film-film Hollywood. Keluar dari pertunjukan midninght, mereka merasa "seperti gangster yang keluar dari layar." Masih terpengaruh suasana, mereka menyeberang jalan ke kantor dan membunuh tahanan yang menjadi jatah harian setiap malam. Meminjam teknik dari film mafia, Anwar lebih menyukai menjerat korban-korbannya dengan kawat.

Dalam Jagal, Anwar dan kawan-kawan bersepakat untuk menyampaikan cerita pembunuhan tersebut kepada kami. Tetapi idenya bukanlah direkam dalam film dan menyampaikan terstimoni untuk sebuah film dokumenter: mereka ingin menjadi bintang dalam ragam film yang sangat mereka gemari di masa mereka masih menjadi pencatut karcis bioskop. Kami menangkap kesempatan ini untuk mengungkap bagaimana sebuah rezim yang didirikan di atas kejahatan terhadap kemanusiaan, yang belum pernah dinyatakan bertanggung jawab, memproyeksikan dirinya dalam sejarah.

Kemudian kami menantang Anwar dan kawan-kawannya untuk mengembangakan adegan-adegan fiksi mengenai pengalaman mereka membunuh dengan mengadaptasi genre film favorit mereka-gangster, koboi, musikal. Mereka menulis naskahnya. Mereka memerankan diri sendiri. Juga memerankan korban mereka sendiri.

Proses pembuatan film fiksi menyediakan sebuah alur dramatis, dan set film menjadi ruang aman untuk menggugat mereka mengenai apa yang mereka lakukan di masa lalu. Beberapa teman Anwar menyadari bahwa pembunuhan itu salah. Yang lain khawatir akan konsekuensi kisah yang mereka sampaikan terhadap citra mereka di mata publik.

Generasi muda PP berpendapat bahwa mereka selayaknya membualkan horor pembantaian tersebut karena kengerian dan daya ancamnya adalah basis bagi kekuasaan PP hari ini. Saat pendapat berselisih, suasana di set berkembang menjadi tegang. Bangunan genosida sebagai "perjuangan patriotik", dengan Anwar dan kawan-kawan sebagai pahlawannya, mulai berguncang dan retak.

Yang paling dramatis, proses pembuatan film fiksi ini menjadi katalis bagi perjalanan emosi Anwar, dari jumawa menjadi sesal ketika ia menghadapi, untuk pertama kali dalam hidupnya, segenap konsekuensi dari semua yang pernah dilakukannya. Saat nurani Anwar yang rapuh mulai terdesak oleh hasrat untuk tetap menjadi pahlawan, Jagal menyajikan konflik yang mencekam antara bayangan tentang moral dengan bencana moral.

Catatan Tentang Tujuan
Oleh Sutradara Joshua Oppenheimer

Jagal mengungkap mengapa kekerasan yang kita harapkan menjadi tak terbayangkan bukan hanya tetap terbayangkan, tapi juga secara rutin dikerjakan dan dipertontonkan. Jagal adalah sebuah upaya untuk memahami kekosongan moral yang memungkinkan para pelaku genosida disambut meriah di televisi publik dengan sorakan dan senyuman. Jagal adalah sebuah seruan untuk meninjau ulang penghiburan diri gampangan bahwa kita adalah "orang baik" yang memerangi "orang jahat", hanya karena kita mengatakannya demikian.

Sebagian penonton mungkin menginginkan sebuah resolusi di akhir film, sebuah perjuangan menuntut keadilan yang berhasil menciptakan maaf resmi. Film, sendirian, tidak dapat menciptakan perubahan ini, walaupun begitu, harapan tersebut adalah inspirasi bagi kami, sebagaimana kami berusaha menyoroti babak tergelap dalam kisah manusia, baik lokal maupun global, dan menunjukkan akibat yang harus ditanggung akibat kebodohan, ketakhirauan, serta ketidakmampuan mengendalikan keserakahan dan dahaga untuk berkuasa di dalam masyarakat dunia yang semakin menyatu ini. Ini bukan kisah tentang Indonesia belaka. Ini adalah kisah tentang semua orang di dunia.

Label: , , , , , ,

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda