<body><script type="text/javascript"> function setAttributeOnload(object, attribute, val) { if(window.addEventListener) { window.addEventListener('load', function(){ object[attribute] = val; }, false); } else { window.attachEvent('onload', function(){ object[attribute] = val; }); } } </script> <div id="navbar-iframe-container"></div> <script type="text/javascript" src="https://apis.google.com/js/platform.js"></script> <script type="text/javascript"> gapi.load("gapi.iframes:gapi.iframes.style.bubble", function() { if (gapi.iframes && gapi.iframes.getContext) { gapi.iframes.getContext().openChild({ url: 'https://www.blogger.com/navbar.g?targetBlogID\x3d7808624031225959264\x26blogName\x3dInfo+InfoSinema\x26publishMode\x3dPUBLISH_MODE_BLOGSPOT\x26navbarType\x3dBLUE\x26layoutType\x3dCLASSIC\x26searchRoot\x3dhttps://info-infosinema.blogspot.com/search\x26blogLocale\x3din\x26v\x3d2\x26homepageUrl\x3dhttp://info-infosinema.blogspot.com/\x26vt\x3d-5757315724398017633', where: document.getElementById("navbar-iframe-container"), id: "navbar-iframe", messageHandlersFilter: gapi.iframes.CROSS_ORIGIN_IFRAMES_FILTER, messageHandlers: { 'blogger-ping': function() {} } }); } }); </script>

Senin, 28 Februari 2011

Drive Angry Dengan Teknologi 3D

Jenis Film Action, Adventure, Drama - Pemain Nicolas Cage, Amber Heard, William Fichtner, Billy Burke, Kathy Mixon, David Morse, Christa Campbell - Sutradara Patrick Lussier - Penulis Patrick Lussier, Todd Farmer - Produser Danny Dimbort, Trevor Short, Avi Lerner - Produksi Summit Entertainment - Durasi 1 jam 44 menit - Release 25 Februari 2011 - Beredar 10 Maret 2011 - Midnight 5 Maret 2011.







Di era film tidak sekedar dinikmati sisi ceritanya saja, visual adalah wilayah eksplorasi yang menjadi perhatian pembuat film. Film 3 dimensi (3D) tidak sekadar menjaadi nilai tambah sebuah film. Tapi, dia merupakan wujud eksplorasi teknologi visual. DRIVE ANGRY memanfaatkan kemajuan teknologi 3D.

Film animasi dengan teknologi 3D sudah banyak diproduksi, namun action dengan adegan kebut-kebutan, Drive Angry adalah salah satunya. Boleh disebut juga Drive Angry sebagai 'road movie' dengan sentuhan 3D. Tentunya menarik mengingat ekplorasi sangat memungkinkan membuat adegan-adegan semakin dramatif. Terlebih di tangan sutradara Patrick Lussier.

Label:

Senin, 21 Februari 2011

Aziz Gagap Tampol Pocong Ngesot








Pernah nggak kebayang, pocong yang kita kenal cara berjalannya loncat-loncat, tapi malah ngesot? Kejadiannya ini bisa kita saksikan dalam film terbaru komedi horror besutan sutradara bertangan dingin Nayato Fio Nuala, berjudul POCONG NGESOT. Nayato merupakan salah satu sutradara produktif negeri ini, mempersembahkan tontonan terbaru yang lebih seru, kocak, konyol, yang terbungkus dalam suasana seram yang menggelikan.

Ada kejutan tak terduga jika kamu menyaksikan film ini, yaitu penampilan perdana pelawak Aziz Gagap (Opera Van Java) di layar lebar. Kehadirannya semakin menyemarakkan kelucuan demi kelucuan tingkah laku yang terekam sepanjang cerita. Seperti reaksi Aziz ketika bertemu pocong ngesot, ekspresi ketakutannya justru memancing tawa. Dalam film ini Aziz Gagap berperan sebagai mahasiswa abadi lantaran kuliah nggak lulus-lulus.

Sebagaimana biasanya syuting film horror, ada saja kejadian-kejadian aneh tak diharapkan, selama produksi berlangsung. Akibatnya, kegiatan syuting mengalami hambatan. Hal ini dialami langsung oleh seorang pemain pria yang memerankan sosok pocong ngesot. Pada satu ketika, masih mengenakan kostum pocong, yang berbahan kain kafan asli, menolak melepaskan kostum sambil marah-marah, dengan suara nenek-nenek. Ternyata dia kerasukan arwah penunggu pohon alpukat yang tumbuh di lingkungan tempat lokasi syuting berlangsung. Arwah nenek-nenek yang merasuki tubuh pemain pemeran pocong ngesot itu mengoceh nggak karuan sambil marah-marah. Insiden ini membuat kegiatan syuting terhambat. Semua perhatian tertuju pada pemeran sosok pocong ngesot yang kerasukan. Suasana makin tegang setelah orang pintar yang didatangkan berkomunikasi dengan arwah nenek-nenek yang merasuki tubuh pemain tersebut. Dia minta darah ayam yang masih segar. Dia baru mau pergi jika permintaannya dikabulkan. Kebetulan, dalam film ini ada property ayam jago. Ya sudah, disembelih ayam jago itu, dan darahnya diminumkan ke mulut pemeran sosok pocong ngesot. Tak lama, arwah nenek itu pun keluar dari tubuh pemeran pocong ngesot. Dia pun sadar sepenuhnya.

Bukan hanya itu, Aziz Gagap saat buang hajat di kamar mandi, merasakan ada tangan yang berulang kali mencolek-colek tengkuknya. Awalnya Aziz Gagap tak memedulikan, menyangka perasaannya saja. Tapi akhirnya Aziz Gagap beranjak keluar dari kamar mandi, dengan ketakutan. Sebelum menutup pintu kamar mandi, Aziz sempat melihat bayangan hitam tinggi hingga menyentuh plafon kamar mandi. Menyerupai pria tapi kurus dan kedua kakinya panjang sekali, tak berimbang dengan badannya.

Lain Aziz Gagap, lain pula Fero Walandaouw. Artis pendatang yang tengah naik daun berkat aktingnya di sinetron “Titip Rindu”, tidak berani naik ke mobilnya sendiri lantaran melihat sosok nenek-nenek berambut putih kusut duduk di jok belakang mobilnya. Sosok nenek itu hanya diam mematung, dengan wajah pucat pasi dan memandang kosong ke depan. Padahal, semua pintu dan jendela mobil tertutup dan terkunci. Darimanakah ia bisa masuk? Dia ternyata juga bukan penduduk di sekitar lokasi. Lama menunggu dalam ketakutan dan keraguan di dekan mobil, Fero akhirnya nekad membuka pintu mobil. Aneh. Saat itu pula, sosok nenek itu menghilang tak berbekas. Menurut orang pintar itu adalah arwah nenek yang merasuki pemain pemeran sosok pocong ngesot tersebut. Hiiy, serem!

Meskipun banyaknya kejadian mendebarkan, syuting berjalan mulus hingga akhir. Nah, kalo kalian pengen refreshing otak, melupakan sejenak masalah, tontonlah film POCONG NGESOT, mulai tayang 24 February 2010 di bioskop-bioskop seluruh Indonesia. Di sinilah kalian akan menemukan fiksi baru bahwa ternyata bukan hanya hantu suster ngesot bisa beraksi, tetapi pocong pun ngesot. Dijamin deh bakal tertawa terbahak-bahak. (Erry Sofid)

Label:

Jero Wacik: Pajak Film Menjadi Nol Persen












Gedung Sapta Pesona Lantai 16 Jakarta. 20 Februari 2011 - Menteri Budaya Pariwisata, Jero Wacik mengatakan banyaknya perhatian masyarakat terhadap perfilman, adalah bukti masyarakat Indonesia sangat peduli. Saat ini, kata Menteri Jero, pajak perfilman baik nasional maupun maupun film impor sedang dibahas.

Pemerintah berjanji segera menyelesaikan masalah pajak perfilman "Paling lambat, bulan depan selesai, Kalau perlu, saat hari film nasional 30 Maret sudah selesai, jadi pas momentumnya," ujar Jero Wacik di kantornya Minggu malam, 20 Februari 2011.

Terkait dengan ditariknya beberapa film impor oleh pihak MPA (Asosiasi Importir Film Indonesia/Bioskop 21) karena ketentuan itu tidak lazim di negara manapun di dunia ini, maka MPA sebagai Asosiasi Produser Film Amerika memutuskan selama ketentuan "Bea Masuk Untuk Hak Distribusi yang tidak lazim dan tidak perna ada dalam praktek bisnis film di seluruh Dunia!" demikian ujar Frank S. Rittman. Vice President, Deputy Managing Director. & Regional Policy Officer. Asia-Pacific dari Motion Picture Association berkaitan tentang film import.

Frank memulai mengeluarkan komentar sesaat setelah pemutaran film Black Swan kepada media di Djakarta Theater Kamis siang, 17 Februari 2011. Dan semenjak saat itu masyarakat mulai gunjang-gujnjing tentang film import. Ucapan Frank dibuktikan saat esok harinya tidak ada film yang coming soon di bioskop tidak terpangpang billboar film barat, yang tersisa adalah film lokal seperti Rumah Tanpa Jendela, POcong Ngesot, Tebus dan Cewek Saweran.

Rencananya, Jero Wacik menuturkan, nanti untuk pajak film nasional (pajak PPN) akan dinolpersenkan. Begitu juga pajak barang-barang yang diimpor untuk film nasionbal. "Cuma masalahnya ini belum selesai dibahas, baru sedang digarap," ujarnya.

Mengenai pajak film impor yang sedang diributkan, Jero Wacik mengaku saat ini, Dirjen Pajak, Bea Cukai, Dirjen Seni dan Budaya sedang bekerjal. Tentunya, dengan mendengar masukan dari importir film, produser, dan sutradara mengenai besaran pajaknya.

"Saya sudah bicara dengan Bea Cukai, Plt Badan Kebijakan Fiskal, Bambang Brodjonegoro, bulan depan harus beres. SK-nya keluar, sehingga tenang semua, jadi tidak usah khawatir," kata Jero Wacik.

Jero Wacik juga mengakui, masalah pajak film nasional mudah untuk diputuskan, bila ada political will dari presiden untuk me-nol-kan pajaknya. "Cepat itu prosesnya."

Soal pajak film impor, Rabu mendatang Jero Wacik akan mengundang importir film, untuk mendengar masukan mereka. "Apa yang bisa membuat mereka bergairah, membuka gedung bioskop lagi, dan pajaknya bagaimana," ujarnya.

Menteri juga berjanji, soal pajak film nasional dan pajak film impor akan dimumkan dalam satu paket. "Saya akan tangani segera secepat mungkin," ujar Jero Wacik.

Label:

Minggu, 20 Februari 2011

Arwah Goyang Karawang Ganti Judul







SETELAH memperhatikan keresahan dan kontroversi yang muncul dalam minggu-minggu ini, produser film Arwah Goyang Karawang, Shankar RS, akhirnya memutuskan mengganti judul film ini. “Daripada saya terus dianggap menjual sensasi dan sengaja memunculkan kontroversi soal penggunaan judul, saya memilih mengganti judul film ini,” jelas Shankar setelah pihak Lembaga Sensor Film (LSF) mengundangnya untuk bertemu, Jumat (18/2).












ARWAH Goyang Karawang berganti judul menjadi ARWAH GOYANG JUPE-DEPE. Shankar memilih tidak menggunakan lagi kata “Karawang” dalam filmnya. Pilihan judul ini juga setelah melalui beberapa kali pertimbangan, di antaranya film horor ini memang dibintangi dua pemain popular Jupe dan Depe. Dan sepanjang film, teror maupun kengerian film hadir melalui karakter yang diperankan Jupe dan Depe.

“Saya terima dengan legowo untuk mengganti judul film ini menjadi Arwah Goyang Jupe-Depe. Saya tidak merasa nyaman film saya dianggap hanya menjual kontroversi dan sensasi belaka. Saya berkarya dengan perencanaan, lewat riset, dan mencurahkan energi. Saya mengangkat isu melalui film yang seharusnya disikapi lebih positif,” ujarnya.

Shankar maupun sutradara film Helfy Kardit, sebenarnya ingin berdialog dengan pemrotes dan pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan film ini. Ada hal-hal yang ingin dijelaskan agar pesan film ini tidak dimaknai sepotong-sepotong. Ia mencontohkan dialog Lilis (diperankan Jupe) dengan Pak Awal, pemilik kelompok Goyang Karawang, bahwa ia ingin berhenti menari jaipong striptis karena tarian itu sudah menyimpang dari budaya dan tradisi yang dikenalnya. “Dialognya jelas, bahkan ada pembelaan untuk kesenian tradisional. Tapi semuanya kembali kepada penonton, kalau memang frasa “Goyang Karawang” dianggap tidak pantas, ya saya lebih memiih tidak menggunakan frasa itu,” tambahnya.

Secara bertahap semua materi film yang menunjukkan adanya kata “Karawang” akan diganti dengan kata-kata “Jupe-Depe”. Di film, poster, materi-materi promosi, hingga trailer iklan (TVC), tidak lagi menggunakan kata “Karawang”.

Shankar berharap langkahnya mengganti judul film tidak mengurangi apresiasi penonton terhadap film Arwah Goyang Jupe-Depe. Sekadar informasi, sampai hari ke-8, film ini sudah disaksikan 300.000 penonton (atau rata-rata 36.000/ hari). Untuk iklim perfilman Indonesia saat ini, sangat sedikit film Indonesia bisa meraih jumlah penonton sebanyak itu. Shankar yakin target penonton sebanyak satu juta penonton bisa tercapai. “Saya berharap apresiasi penonton menyaksikan film (Arwah Goyang Jupe-Depe) memang karena mereka suka. Bukan menyaksika film ini karena kontroversi yang muncul selama ini,” tambahnya.

Setelah penggantian judul film, Shankar berharap film Arwah Goyang Jupe-Depe bisa lebih berkonsentrasi melanjutkan rencana-rencana promosi yang sempat tertunda. Di antaranya jadwal wawancara-wawancara, promosi kunjungan ke bioskop-bioskop daerah, hingga sosialisasi kepada penonton tentang perubahan judul film ini. “Saya harus memulai dari awal untuk mengangkat awareness penonton film yang dibintangi dua pemain popular ini,” jelasnya.

Selain itu, penggantian judul film di tengah jalan, atau saat film beredar tidak menjadi preseden buruk bagi perfilman Indonesia di masa mendatang. Dan tentunya, ini menjadi semacam pembelajaran bagi pekerja kreatif perfilman untuk lebih melihat perspektif sosial lebih komprehensif. Shankar menyadari bahwa film sebagai realita sosial masyarakat, tidak sepenuhnya bisa ditawarkan sebagai tontonan dan isu sosial yang disikapi secara arif. Penggantian judul film produksi Sentra Mega Kreasi Films menjadi Arwah Goyang Jupe-Depe adalah contohnya.
(Sentra Mega Sinema Films/*)

Label: